Benarkah Berbohong Sudah Menjadi Budaya?
oleh : Risky Andita Putri
1PA04
NPM : 19514507
“Tanda
orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Pertama, apabila berkata Ia berdusta.
Kedua, apabila berjanji Ia mengingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah
(kepercayaan) Ia mengkhianatinya.” (H. R. Bukhari dan Muslim).
Bohong dan budaya. Dua kata yang berbeda dan memiliki dua
arti yang berbeda pula, tapi mungkinkah jika dua hal ini memiliki keterkaitan
dan menghasilkan suatu hal yang baru?
Bohong
adalah mengatakan sesuatu yang tidak ada dasar realitasnya. Berbohong adalah
suatu hal yang dianggap tidak terpuji, karna berbohong bukanlah hal yang baik
untuk dilakukan, karna pada dasarnya, apabila kita berbohong, kita tentu akan
merugikan orang lain.
Sedangkan budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi.
Keterkaitan antara kedua unsur tersebut bisa dikatakan
menghasilkan hal yang sangat buruk, mengapa? Karna seperti yang kita semua
ketahui, berbohong adalah hal yang tidak baik, atau biasa disebut dengan
perbuatan yang tercela. Sedangkan budaya, adalah suatu hal yang terjadi di
sekitar kita, dan terjadi terus menerus atau bersifat berulang-ulang terjadi
yang akhirnya menjadi kebiasaan. Tetapi pertanyaannya, benarkah berbohong sudah
menjadi budaya?
PEMBAHASAN
Banyak
sekali kategori bohong yang biasa ada di sekitar kita, baik itu bohong yang
disengaja, bohong yang tidak disengaja, bohong yang dikatakan untuk kebaikan,
dan masih banyak pula bohong bohong yang lainnya. Tapi dibalik kebohongan yang
merugikan itu, tersimpan keuntungan, untuk siapa? Untuk si pembohong tentunya,
yang akhirnya membuat dirinya merasa candu terhadap kebohongan itu dan terus
menerus mengulangi perbuatan berbohongnya.
Pada
zaman sekarang ini, banyak sikap-sikap yang sebetulnya tercela dan tidak patut
dicontoh, justru menjadi budaya yang banyak ditiru oleh generasi-generasi
penerus yang akibatnya justru sangat buruk dan bisa menghancurkan generasi itu
sendiri. Salah satunya adalah sikap berbohong. Mungkin tidak ada manusia yang
tidak pernah berbohong, seperti dijelaskan pada buku karangan Ian Leslie yang
berjudul “Born Liars – Why We Can’t Live Without Deceit” yang secara jelas
mengatakan bahwa manusia masih tetap ada karena Ia selalu melakukan kebohongan
dalam hidupnya, dan apabila kebohongan itu dihapuskan, maka yang kemungkinan
terjadi adalah kepunahan dari manusia itu sendiri, cukup aneh bukan?
Ian Lislie menjelaskan dalam bukunya itu bahwa, setiap
manusia selalu memotifasi dirinya sendiri dengan cara membohongi dirinya
sendiri untuk terus termotifasi agar mendapat kehidupan yang lebih baik. Tapi
dalam bentuk apapun itu dilakukan, hal itu tetaplah kebohongan. Tetapi dalam
buku ini dijelaskan bahwa, kebohongan yang setiap manusia lakukan adalah
tergolong sebagai kebohongan positif, maksudnya?
Saya
mengambil contoh kecil dalam kehidupan sehari-hari, kebanyaakan manusia yang
gagal dalam usaha yang Ia lakukan akan berbicara kepada dirinya bahwa, itu
belum rezekinya, itu adalah keberhasilan yang tertunda, atau, saya pasti bisa
melakukan hal yang lebih baik dari ini, padahal belum tentu. Dan hal ini
dialami oleh setiap tingkatan umur, baik itu kanak-kanak, remaja, dewasa. Semua
mengalami fase ini. Seperti misalnya
pada anak-anak yang terjatuh, biasanya mereka akan menangis, dan menghampiri
orang tua mereka, lalu orang tuanya berkata, “tidak apa-apa nak, ini hanya luka
kecil sebentar juga akan sembuh” nyatanya, belum tentu sembuh secepat itu. Atau
saat ada orang tua yang harus kerja lembur, tiba-tiba anaknya menelpon dan
menanyakan kapan orang tuanya tersebut akan pulang, lalu orang tuanya berbohong
dengan mengatakan, “iya sebentar lagi ya nak” sebentar yang orang tua itu
beritahu, membuat anaknya percaya bahwa itu memang sebentar, tetapi nyatanya,
mungkin tidak sesebentar itu. Seharusnya para orang tua lebih berhati-hati
dalam berbicara agar tidak menjadi pengajar kebohongan untuk anak-anaknya dari
hal-hal kecil.
Lalu
selanjutnya masalah pada remaja, biasanya terletak pada lingkungannya, saya ambil
contoh remaja yang kalah saing untuk mendapatkan perhatian orang yang Ia sukai,
Ia akan berkata pada dirinya “aku lebih cantik dari dia” atau “aku lebih pintar
dari dia” yang Ia lakukan bisa saja bohong, tapi kebohongan yang Ia lakukan
adalah hal yang membuatnya termotifasi untuk lebih dan lebih lagi agar bisa
mencapai hal yang Ia mau. Itu yang dikatakan Ian Lislie sebagai kebohongan
positif yang apabila hilang, akan membuat spesies manusia punah dari muka bumi.
- · Kebohongan tidak pernah pandang bulu
Setiap
manusia, baik itu kalangan biasa maupun kalangan terpandang seperti pejabat,
mentri dan jejerannya, pasti pernah berbohong. Seperti yang kita semua tahu,
manusia adalah tempatnya salah, tidak peduli kedudukannya, tidak peduli
jabatannya, selama Ia masih manusia, maka Ia adalah tempatnya salah. Seperti
yang kita ketahui, sudah banyak kebohongan-kebohongan yang dilakukan oleh para
pemimpin kita. Saya mengambil contoh kasus korupsi, banyak sekali mentri yang
sebetulnya pintar tetapi selalu melakukan hal bodoh, menurut saya, beliau
jelas-jelas berkedudukan sebagai wakil rakyat yang sudah sangat jelas tugasnya
didedikasikan untuk rakyat, tetapi sama sekali tidak bekerja seperti itu, walau
mungkin tidak semua wakil rakyat seperti itu, tetapi secara garis besar para petinggi-petinggi
negara melakukan hal itu, yang membuat orang-orang di sekitarnya ikut terkena
dampak jelek, yang akhirnya mendapatkan label jelek dari rakyat, bahwa semuanya
sama saja, koruptor.
Saya
tidak mengerti dengan sikap mereka yang masih saja memakan uang rakyat, memang
belum cukup gaji mereka yang puluhan juta itu? Belum cukup fasilitas yang
diberikan oleh negara sampai-sampai Ia masih belum puas dengan segala haknya
dan mengambil hak milik orang lain? Atau Ia lupa dengan segala janji-janjinya
untuk mensejahterakan rakyat? Atau janji itu hanya sebuah kebohongan belaka?
Bohong.
Bohong dalam dunia politik tentu tidak akan ada habisnya bukan? Saya tahu
manusia itu tempatnya salah, tapi saya yakin setiap manusia itu punya hati
nurani. Menurut saya, tentu nikmat memiliki uang sebanyak para koruptor itu, bisa
melakukan apapun yang saya mau, bisa membeli apapun yang saya suka, tapi
bukankah itu hak orang lain yang seharusnya Ia berikan? Coba lihat bagaimana
sengsaranya rakyat-rakyat kecil diluar sana, yang menanggung beban akibat ulah
para pemimpin yang awalnya mereka percaya akan membeli angin sejuk pada
kehidupan mereka, tetapi nyatanya justrus membuat mereka semakin sengsara.
Mereka percaya dengan semua janji-janji palsu yang para wakil rakyat itu
ucapkan, untuk membela hak-hak mereka, tapi apa yang mereka dapat? Masih tetap
kesengsaraan, tidak ada hak mereka yang dibela, yang ada hanyalah hak mereka
yang diambil oleh wakil mereka sendiri.
Ini, satu dari sekian banyak kebohongan yang
terjadi. Satu dari sekian dampak kebohongan yang telah terjadi dan banyak
merugikan berbagai pihak, tetapi nyatanya, tetap tidak ada pelajaran yang
diambil, masih tetap sama, masih tetap mengambil hak orang lain, masih menjadi
koruptor, masih tetap menjadi pembohong.
Berbicara
mengenai politik, itu sangatlah berat dan rumit untuk saya, karna sebetulnya,
saya jauh dari kata mengerti mengenai politik itu sendiri, tapi sebagai warga
dari negara demokratis, saya memiliki ketertarikan untuk mengomentari hal itu,
dan menurut saya, hal itu sangat menarik karna penuh dengan kebohongan.
Bila
bahasan tadi terlalu berat untuk saya, tentu bahasan ini akan menjadi bagian
yang sangat saya sukai. Saya akan membahas kebohongan-kebohongan kecil yang
terjadi di media informasi.
- · Berbohong lewat iklan
Bila
kita melihat televisi, tentu banyak iklan-iklan yang menarik perhatian kita,
seperti iklan shampoo, sabun, bedak, susu, minuman, gula, dan masih banyak
produk-produk lainnya. Saya meyakini bahwa orang-orang yang bekerja di bagian
iklan tentu memiliki daya imajinasi dan kreatifitas yang sangat tinggi, tapi
dibalik itu, saya juga baru sadar kalo ternyata merekalah yang mengajarkan kita
untuk melakukan kebohongan-kebohongan kecil yang mungkin terlihat biasa saja,
tapi tentu berdampak buruk untuk kita.
Di
salah satu iklan shampoo terdapat adegan yang kurang lebih seperti ini :
Si B sedang mengobrol
dengan si C di dapur
B : rambut kamu bagus
ya.
Kemudian datang si A
sambil menggaruk rambutnya yang kusut lalu berkata
A : tres**** aku mana
ya?
B : aku gak lihat
Lalu si C menggelengkan
kepalanya pertanda tidak tahu.
Lalu si A kembali
berkata.
A : aku cari-cari gak
ada.
Kemudian si A berlalu
untuk terus mencari shampoonya. Setelah si A berlalu, si B dengan senyum
kemenangan kepada si C menunjukkan shampoo tres**** yang di cari si A yang
telah disembunyikannya di dalam kitchen set.
Dari satu cuplikan itu, memang hanya terlihat seperti
kebohongan kecil yang biasa saja, bahkan terkesan tidak berdampak. Tapi tahukah
Anda bahwa hal sekecil itu dapat masuk kedalam pikiran bawah sadar kita dan
justru membuat kita menganggap kebohongan kecil tadi adalah hal yang biasa dan
tidak ada unsur negatifnya, ketika hal itu terjadi, secara tidak langsung
justru kita akan melakukan kebohongan kecil tadi di dalam kehidupan kita, yang
sebenarnya memang hal kecil, tetapi apabila sudah terbiasa akan mendatangkan
dampak negatif yang besar untuk kita.
- · Perbandingan kebohongan
Jika kita bandingkan tingkat potensi kebohongan pada
laki-laki dan perempuan ternyata tidak memiliki perbedaan. Laki-laki dan
perempuan memiliki persentase potensi yang sama untuk melakukan sebuah
kebohongan. Tetapi apabila kita bandingkan kehidupan masyarakat Indonesia di
daerah perkotaan yang sudah modern dengan penduduk di pedesaan dan pedalaman
tentulah berbeda. Tetapi sebenarnya kehidupan di desa atau pedalaman jauh lebih
tentram dibandingkan dengan kehidupan di kota yang sangat rumit.
Masyarakat pedesaan pada umumnya adalah masyarakat yang
biasanya tidak terlalu tinggi dalam mengenyam pendidikan, tetapi dalam
kehidupan mereka masih sangat kental kepercayaan kepada leluhurnya dan sangat
memegang teguh hal itu. Mereka selalu menaati peraturan yang ada di daerah tempat
tinggalnya yang merupakan aturan atau adat istiadat mereka. Beda dengan
masyarakat perkotaan yang sudah mengalami globalisasi dan umumnya berpendidikan
tinggi, justru kebanyakan dari mereka justru tidak menaati aturan yang ada di
sekitar mereka.
Kehidupan pada masyarakat Baduy adalah salah satu
contohnya. Masyarakat baduy hidup jauh dari hingar bingar perkotaan, jauh dari
kemewahan, bahkan mungkin jauh dari pendidikan yang bersifat formal, tetapi
mereka sangat memegang teguh pada apa yang ditinggalkan leluhurnya, yang
akhirnya dijadikan pedoman hidup mereka, yaitu tidak ingkar dan tidak
berbohong. Bila hal ini di bandingkan dengan masyarakat perkotaan tentunya
masyarakat kota yang lebih berpendidikan tentunya akan kalah dengan suku baduy
yang tidak pernah ingkar dan berbohong seperti yang biasa terjadi di lingkungan
sekitar kita.
- · Bohong yang diperbolehkan
Tetapi dibalik semua kebohongan yang berdampak negatif
itu, tahukah ada bahwa ada bohong yang bersifat positif dan diperbolehkan?
Yaitu
saat kita berbohong kepada seorang suami yang mengalami kecelakaan bersama
istrinya, tetapi istrinya tidak dapat terselamatkan, maka yang dilakukan dokter
adalah berbicara kepada suami tersebut bahwa istrinya baik-baik saja agar
keadaannya tidak semakin memburuk, tetapi apabila keadaannya sudah membaik
tetap harus diberitahukan bahwa istrinya telah meninggal.
Juga saat kita berkunjung ke tempat orang lain atau
bertamu, saat itu kita disuguhkan dengan berbagai hidangan, tetapi rasanya
tidak sesuai dengan selera kita dan terkesan tidak enak, tetapi untuk
menghargai pemilik rumah atau seseorang yang mengundang kita, tentu kita harus
menghabiskan makanan itu dan menjawab bahwa makanan itu enak apabila si pemilik
rumah menanyakannya. Walaupun itu tetap namanya berbohong, tapi hal itu
dikatakan diperbolehkan karna memiliki dambak yang baik, yaitu untuk menjaga
perasaan orang lain.
- · Alat pendeteksi kebohongan
Tahukah Anda bahwa sekarang ini sudah ada alat pendeteksi
kebohongan? Alat ini dibuat dengan menerapkan berbagai ilmu pengetahuan, yaitu
teknologi komputer, psikologi, kedokteran, biologi, fisika dan cabang ilmu
lainnya. Metode dalam uji coba kebohongan ini sebenarnya adalah sebuah
pendekatan untuk memprediksikan apakah subjek yang diinvestigasi sedang
berbohong atau tidak. Alat ini biasanya digunakan untuk membantu dalam proses
hukum dan dalam kebutuhan penelitian ilmu Psikologi. Metode pengujian
kebohongan dilakukan dengan mengamati respon tubuh pada saat berbohong, secara
umum orang sedang berbohong akan mengalami tekanan (stress) dan manifestasi
stress bisa ditanggap dalam banyak bentuk (produksi keringat, perubahan bentuk
tulisan tangan, panas pada kulit, perubahan suara, gesture, dan lain-lain).
Respon tubuh diamati dan dijadikan dasar analisa untuk menilai seseorang
berbohong atau tidak. Setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan
masing-masing. Secara umum kelemahan alat pendeteksi kebohongan adalah pada
saat proses penilaian terutama yang evaluasinya dilakukan secara manual. Akan sangat
baik dalam melakukan test uji kebohongan dilakukan penggabungan beberapa
metode, karena dengan hal itu diharapkan akan mendapatkan hasil test yang
maksimal.
KESIMPULAN
Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, karna
manusia adalah tempatnya salah. Seperti kata Ian Leslie, jika manusia tidak
berbohong makan spesies manusia di bumi akan menjadi punah. Ternyata memang
benar antara budaya dan bohong itu ada keterkaitan. Ternyata bohong memang
sudah membudaya, apalagi di Indonesia itu sendiri. Ditambah dengan faktor
globalisasi yang berkembang pesat mengakibatkan kebohongan itu ikut berkembang
pesat juga. Mulai dari sikap tidak bertanggung jawab yang biasa terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, hingga yg terjadi dalam media elektronik yang secara
tidak sadar masuk dalam pikiran bawah sadar kita dan mengajarkan kita berbohong
“keci-kecilan”.
Walaupun ada faktor positif dari berkembangnya IPTEK
dengan terciptanya mesin pendeteksi kebohongan, tetapi kejujuran manusia
tetaplah yang harus menjadi prioritas utama untuk membuat generasi yang lebih
baik lagi. Karna dari contoh-contoh yang sebelumnya sudah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa setiap generasi itu melakukan kebohongan. Dari mulai
kanak-kanak sampai orang dewasa. Dari mulai kalangan biasa sampai kalangan
terpandang juga melakukan kebohongan. Dan hal itu terus terjadi dari generasi
ke generasi. Maka betul adanya bahwa kebohongan itu sudah membudaya di tengah
arus globalisasi dan perkembangan IPTEK ini. Tentu ada dampak dibalik semua
yang terjadi, tetapi jika bohong yg merugikan saja bisa membudaya, mengapa
jujur yang menguntungkan tidak? Itu kembali pada diri Anda masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
Aidit, Sobron (2005).
Penalti Tanpa Wasit. Grasindo.
Leslie, Ian (2011).
Born Liars – Why We Can’t Live Without Deceit. Quercus Books.
Sekardjati, Ayu (2014).
Dia Jujur Gak Sih?. Pinang Merah Publisher.